JAKARTA - Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menegaskan bahwa Pramuka
akan menjadi kegiatan ekstrakurikuler wajib untuk siswa sekolah dasar (SD),
bukan mata pelajaran wajib. Pemerintah memiliki alasan yang kuat untuk
menjadikan Pramuka sebagai salah satu ekskul wajib. Apa itu?
Menurut Nuh, Pramuka menjadi wajib karena
alasan legalitas yang jelas. Dari sisi pendidikan dan kegiatan, Pramuka
mengajarkan banyak nilai, mulai dari kepemimpinan, kebersamaan, sosial,
kecintaan alam, hingga kemandirian.
"Dari sisi organisasinya juga sudah proven.
Jadi, kami sarankan ekstra yang satu ini wajib di semua level, terutama
untuk siswa SD/ MI," ucapnya seusai penandatanganan MoU dengan Dewan
Masjid Indonesia, di Jakarta, Selasa (20/11/2012).
Untuk menjadikan nilai-nilai ini lebih
mudah diterima oleh siswa, Nuh mengatakan, pemerintah akan menyarankan para
pengurus atau pembina Pramuka untuk menambah substansi kegiatan kepramukaan.
Tidak hanya berupa simbol-simbol, seperti seragam Pramuka.
"Kalau selama ini seragam Pramuka
sudah dikenakan tiap hari Sabtu, maka ke depan kegiatannya harus lebih
substansial agar bukan hanya simbol belaka yang berkenaan dengan Pramuka,
tetapi nilai yang tadi disebutkan jadi lebih membekas," katanya.
Selain ekstrakurikuler seperti Pramuka,
pemerintah pun menyarankan ada juga ekstrakurikuler atau klub pengembangan
teknologi dan bahasa, seperti klub robotik, bahasa Mandarin, PMR, dan UKS.
Sumber : Kompas.com
BANDUNG - Usulan agar pramuka masuk kurikulum
pendidikan 2013 masih kontroversi di kalangan pramuka sendiri. Jika materi
pramuka diwajibkan di sekolah, hal itu tidak sesuai dengan hakikat pramuka.
"Menjadi pramuka itu sukarela," kata Sekretaris Kwartir Daerah Pramuka
Jawa Barat, Saiful Bachri, kepada Tempo, Selasa, 20 November 2012.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Windu Nurhayati mengatakan, pramuka akan masuk dalam
kurikulum pendidikan pada tahun ajaran baru 2013. Pendidikan pramuka penting
untuk membangun karakter sekaligus pilar penting pendidikan nasional.
Menurut dia, kurikulum pramuka itu ada plus
dan minusnya. Di satu sisi, materi dan nilai kegiatan pramuka dinilai baik oleh
pemerintah sehingga harus diperluas ke seluruh pelajar Indonesia. Namun
kewajiban itu berbenturan dengan nilai pramuka yang sifatnya sukarela.
Jumlah pembina pramuka di Jawa Barat ada
145 ribu orang. Jumlah itu masih sedikit untuk menjalankan kurikulum pramuka.
Perbandingan idealnya sesuai standar kepanduan dunia, seorang pembina paling
banyak menangani 32 orang anggota pramuka. "Pembina tidak bisa asal dari
guru kelas, melainkan orang terlatih yang ikut orientasi, kursus mahir dasar,
dan lanjutan," ujarnya.
Total siswa yang mampu ditangani pembina sebanyak 4.640.000 siswa. Adapun jumlah siswa SD-SMP di Jawa Barat sesuai data penerima bantuan operasional sekolah (BOS) 2012 sudah hampir 6,5 juta orang. Belum ditambah jumlah siswa SMA sederajat dan madrasah. "Masih perlu banyak pembina pramuka di sekolah," katanya.
Selain itu, di Jawa Barat, tidak semua kota
dan kabupaten mewajibkan kegiatan pramuka di sekolahnya. Daerah yang mewajibkan
di antaranya Kabupaten Ciamis, Sukabumi, dan Karawang. Kebanyakan daerah tidak
mengharuskan. "Karena itu, jumlah pramukanya sedikit," kata Saiful..
Jumlah anggota pramuka di Jawa Barat
tercatat hampir 4 juta orang. Sekitar 70 persen atau 2,8 juta anggotanya
merupakan pelajar SD hingga SMA sederajat.
Sebagai jalan tengah, Saiful mengusulkan agar kurikulum pramuka
diterapkan di tingkat siaga pada kalangan pelajar sekolah dasar. Materi itu,
misalnya kebiasaan rajin menabung, menghafal nama-nama pahlawan, dan lagu-lagu
nasional serta daerah. "Materi dasar itu cocok kalau pramuka
diwajibkan," ujarnya.
Cara mengajarkannya, kata Saiful, di luar kelas seperti pelajaran olahraga. Tempatnya bisa di lapangan, kantor polisi, kantor pos, atau museum. Belajar sekaligus rekreasi seperti itu dinilai sangat cocok untuk menanamkan nilai-nilai pramuka.
Sumber : www.tempo.c